Our Family


Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar ; dan termasuk menghianati amanah Allah.

Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.

BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i yang mengisyaratkannya. Allah berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya” [An-Nisa : 58]

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhamamd) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” [Al-Anfal : 27]

Baca Selengkapnya....

Malam ini -meski tidak selarut biasanya, saya masih terhitung lambat tiba di rumah. sehingga menemukan anak saya sudah lelap dibuai mimpi.

‘Mungkin dia kelelahan, tadi sore main kebut-kebutan sepeda dengan teman-temannya’, jelas Umi.

Maka selepas mandi, sembari memisah lelah saya memilih duduk di teras depan berteman secangkir kopi panas dan mengobrol dengan Umi. Seselesainya, saya berencana meneruskan sisa pekerjaan dari kantor.

Pada seruputan yang kesekian, saya mengeluhkan betapa melelahkannya hari-hari belakangan ini. Mendengarnya, Umi hanya tersenyum tanpa menanggapi sejenak,dia berucap, ‘Menurut Abi, berapa berat segelas kopi yang sedang Abi pegang itu?’, tanyanya.
Saya menggeleng, tetapi menjawab,’tidak sampai seperempat kilo barangkali’. ‘kenapa?’, sambung saya keheranan.
‘Kira-kira kalau Abi angkatpegang selama satu menit, Abi bakalan lelah tidak?, jawabnya. Saya menggeleng.
‘Kalau satu jam?’, sambungnya.
‘Pasti tangan Abi jadi sakit’, jawab saya.
‘Kalau seharian penuh, kira-kira sanggup tidak?’, tambahnya.
dan saya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

‘Barangkali seperti itulah beban. secangkir kopi yang sebenarnya berberat sama, semakin lama kita angkatpegang, makin terasa pula beratnya’.
‘Bayangkan jika kita membawanya terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. sebab beban itu serasa meningkat beratnya’.
‘Apa yang sebaiknya kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi’.
‘Sekaliwaktu kita harus meninggalkan beban kita secara berkala, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi’.
‘Jadi sebelum pulang ke rumah, tinggalkan saja beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. akan lebih baik bila kita istirahat dan bersenang-senang’.
‘Bukankah beban itu dapat diambil lagi besok?’.

Menyelesaikan kalimat terakhirnya, Umi beringsut permisi hendak tidur. Sementara saya menekur, dan rasanya ucapan panjang Umi memang ada benarnya. Maka saya mengurung niat menerusrampungkan sisa pekerjaan.
Semoga esok pagi menjadi segar karenanya.

Anonymous

Sewaktu pesta barbeque, seorang teman terjatuh – dia meyakinkan semua orang yang datang kalau dia tidak apa-apa dan katanya hanya tersandung batu bata karena sepatu barunya (padahal mereka menawarkan memanggil paramedik).

Mereka membantunya membersihkan diri dan mengambilkan piring makanan baru. Meskipun terlihat sedikit terguncang, Ingrid meneruskan menikmati sore itu.

Malamnya, suami Ingrid menelpon memberitahukan semua orang bahwa istrinya telah dibawa ke rumah sakit – (pukul 6 sore besoknya, Ingrid meninggal).

Dia mendapat serangan stroke pada pesta barbeque. Kalau saja mereka tahu bagaimana mengenali tanda-tanda stroke mungkin Ingrid masih bersama kita hari ini.

Hanya membutuhkan satu menit untuk membaca ini.

Seorang ahli syaraf mengatakan bahwa kalau dia bisa menolong seorang korban stroke dalam waktu 3 jam sejak serangan tersebut, dia bisa membalikkan pengaruh stroke…. secara total! Dia mengatakan bahwa triknya adalah mengenali dan mendiagnosa stroke dalam waktu 3 jam sejak serangan, yang sebenarnya merupakan hal yang sulit.

MENGENALI STROKE

Puji syukur kepada yang Maha Pencipta atas indera yang dapat mengingat TIGA hal berikut.

Baca dan pelajarilah!

Kadang-kadang gejala stroke sulit dikenali. Sayangnya,kurangnya kewaspadaan dapat mendatangkan bencana. Korban stroke dapat menderita kerusakan otak sewaktu orang-orang yang ada disekitarnya pada saat kejadian, gagal mengenali gejala-gejala stroke.

Sekarang banyak dokter mengatakan bahwa orang di sekitar korban dapat mengenali gejala stroke dengan menanyakan tiga pertanyaan sederhana ini:

1. Minta orang tersebut untuk TERSENYUM.
2. Minta orang tersebut untuk MENGANGKAT KEDUA TANGANNYA.
3. Minta orang tersebut untuk MENGUCAPKAN SEBUAH KALIMAT SEDERHANA
(yang masuk akal), contoh: “Hari ini cerah.” Blablabla… .

Bila orang tersebut tidak bisa melakukan apa yang kita minta diatas atau salah satunya segera bawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama.

Sumber : Milis

Next Page »